Art of Resistance: Seni Perlawan Anak Muda Era Revolusi Industri 4.0
Art of Resistance: Seni Perlawanan Terhadap RUU
Kontroversial Dengan
Gaya Humor Dikalangan Generasi Milenial
Oleh: Ni Luh Rosita Dewi
Demo Tolak RKUHP, sumber gambar: indopolitika.com |
“Perjuanganku lebih mudah karena melawan
penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan saudara
sendiri,” itulah
yang pernah dikatakan Ir. Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia. Kita
mungkin tidak akan membayangkan perkataan tersebut. Mana mungkin ada yang lebih
sulit dari berjuang melawan penjajah? Namun jika kembali ditelaah apa yang
terjadi sekarang, kata-kata Proklamator Bangsa kemungkinan besar memang benar
akan terjadi. Sejatinya beliau sudah memprediksi dan melihat tanda-tanda apa
yang akan dihadapi bangsa ini kedepannya.
Perjuangan bertahun-tahun melawan penjajah memang
telah usai. Para penjajah berhasil diusir dari bumi Indonesia tercinta. Namun
perjuangan kita belum benar-benar selesai. Ada banyak pekerjaan rumah bagi
setiap lapisan masyarakat untuk membangun negara kita menjadi lebih kuat dan
makmur. Tapi rupanya hal ini sama sekali tidak mudah, dan membuat kita kembali
mengingat kata-kata Soekarno yang mungkin memang ada benarnya.
Berkaca dari kebijakan yang diterbitkan
pemerintah terkait Revisi Undang-undang yang dianggap bermasalah dalam RKUHP
salah satunya dengan dugaan akan memanjakan koruptor. Sejumlah pasal yang
mengatur tindak pidana korupsi di RKUHP justru memiliki hukuman yang lebih
ringan dibanding UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi atau UU
Tipikor. Dalam Pasal 604 RKUHP, disebutkan seorang koruptor
dihukum minimal penjara dua tahun dan minimal denda Rp10 juta. Sementara dalam
Pasal 2 UU Tipikor yang memiliki rumusan sama persis, hukuman penjara itu
minimal empat tahun dan denda minimal Rp1 miliar. RKUHP juga tidak mengatur
mekanisme pengembalian kerugian negara. Para koruptor yang sudah divonis
bersalah hanya harus menjalani hukuman penjara dan membayar denda itu pun kalau
diputuskan demikian. Selain itu masih banyak lagi RUU bermasalah yang dituntut
oleh mahasiswa yang terdiri dari Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(RKUHP), RUU Pertanahan, RUU Minerba, RUU Pemasyarakatan, dan RUU Ketenagakerjaan.
Dilansir dari Kompas.com setidaknya ada 7 point
tuntutan mahasiswa yang disuarakan dalam aksi demonstrasi dengan sebutan
gejayanmemanggil yang terdiri dari: (1) Mendesak adanya penundaan untuk
melakukan pembahasan ulang terhadap pasal-pasal yang bermasalah dalam RKUHP;
(2) Mendesak pemerintah dan DPR untuk merevisi UU KPK yang baru saja disahkan
dan menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia; (3) Menuntut negara untuk mengusut dan mengadili elite-elite yang
bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan dibeberapa wilayah di Indonesia.
(4) Menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Ketenagakerjaan yang tidak
berpihak kepada pekerja; (5) Menolak pasal-pasal problematis dalam RUU
Pertanahan yang merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat reforma
agrarian; (6) Mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual;
(7) Mendorong demokratisasi di Indonesia dan menghentikan penangkapan aktivis
diberbagai sektor.
Namun yang menarik menjadi sorotan dalam aksi demo mahasiswa kali
ini adalah adanya mahasiswa terlihat memegang spanduk dan poster-poster dengan
tulisan bernada sindiran deengan bentuk humor untuk menyuarakan aspirasinya.
Meski terlihat sepele dan bahkan seperti lelucon, kata-kata dalam spanduk dan
poster tersebut sangat bernada sarkasme. Foto-foto mahasiswa dengan
tulisan-tulisan sarkas itu pun viral di media sosial. Beberapa ahli dan
pengamat politik juga menyebutkan bahwa hal
tersebut merupakan bentuk kreatifitas anak muda dalam menyampaikan aspirasi
dengan gaya humor yang menjadi seni perlawanan (Art of Resistance) di
kalangan anak muda khususnya mahasiswa. Isi tulisan tersebut pun beragam mulai
dari “cuti nonton drakor karena di DPR lebih banyak drama”, “cukup cintaku yang
kandas KPK jangan”, “hewan ternak masuk rumah didenda, tikus bobol anggaran
negara dibiaarkan”. Dan masih banyak lagi tulisan kreatif bernada sarkasme yang
dibuat oleh mahasiswa dan menjadi viral.
Hal ini sangat dipengaruhi oleh konteks
pertumbuhan sosial generasi muda saat ini yang tidak berada dalam represi
kekerasan seperti era Orde Baru. "Seni perlawanan” memang sering mengambil
dari bahasa-bahasa paling dekat, sehari-hari, yang dipahami oleh fase generasi
tertentu termasuk generasi milenial, perkembangan humor politik ini tak luput
dari pengaruh media sosial. Dan banyak pemangamat politik mengatakan bahwa,
mahasiswa adalah makhluk sosial digital di mana media sosial adalah ruang bagi
setiap orang untuk berinteraksi.
Tapi tak sedikit juga poster-poster tersebut
menuai kecaman seperti aksi yang dilakukan oleh salah satu perguruan tinggi
negri di Bali, dimana salah satu mahasiswi membawa poster bertuliskan selangkanganku
bukan milik negara dengan hastag tolak RKUHP. Sontak hal tersebut
menjadi sorotan publik utamanya Rektor Universitas Negri tersebut. Pasalnya
tulisan tersebut tidak ada kaitannya dengan kebijakan yang dibuat dan pula
pemilihan kata yang digunakan tidak mencerminkan insan akademika yang berfikir
sebelum bertindak, hal tersebut juga dapat mencemari nama baik instansi. Karena
heboh tulisan tersebut sangat cepat viral di media sosial khususnya whatsapp
dan instagram. Tak berselang lama mahasiwa tersebut kemudian dipanggil dan
seusainya ia langsung melakukan permohonan maaf melalui video yang di posting
di sosial media.
Terlepas dari kecaman tersebut hal yang dapat
dipelajari dari aksi mahasiswa ini haruslah dipandang dan dihayati dari sisi
teoritis dan partisipasi generasi muda dalam mengawal jalannya pemerintahan.
Demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut juga bagian dari gerakan
sosial politik yang menginginkan perubahan. Beranjak dari kesamaan latar
belakang dimana ternyata kebijakan-kebijakan yang dibuat belum berpihak pada
rakyat. Bapak-bapak kita yang duduk di anggota dewan masih belum mampu
mendengar aspirasi masyarakatnya. Sehingga mahasiswa mejadi tidak percaya
kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dan mengatakan dengan lantang bahwa DPR adalah
Dewan Pengkhianat Rakyat. Dengan menyuarakan mosi tidak percaya terhadap
pemerintah.
Melalui Aksi demo ini, kita dapat melihat
terjadinya mobilisasi, dimana serangkaian aksi demo tuntutan penolakan RUKUHP
ini digelar diberbagai daerah oleh mahasiswa dan ormas. belakangan juga mencuat
mobilisasi yang dilakukan oleh oknum yang menggunakan mahasiswa sebagai
jembatan untuk melemahkan pemerintah “aksi mahasiswa ditunggangi” kepentingan
oknum yang juga tidak sependapat dengan adanya RUKUHP. Selain itu dalam demo
yang digelar ini, mahasiwa juga berprilaku kolektif dalam kerumunan (crowd).
Banyak aksi mahasiswa yang dilakukan secara anarkis seperti melempar batu,
merusak fasilitas, serta pembuatan poster kreatif bernada sindiran. Sehingga
terjadi penertiban masa oleh apparat sehingga aksi penolakan ini menimbulkan
korban jiwa.
Kesimpulan yang dapat dipetik adalah, sebagai generasi muda kita mempunyai tanggung jawab untuk menjaga keutuhan NKRI salah satunya adalah sebagai pengawas kinerja pemerintah guna memastikan kebijakan yang diambil memang benar-benar pro-terhadap rakyat. Selain itu demonstrasi merupakan suatu bentuk pergerakan dan perlawanan yang wajar dilakukan di suatu negara mengingat setiap kebijakan pasti memiliki kelebihan atau kekurangan dan juga sisi positif dan negatifnya. Sehingga bentuk demonstrasi menggunakan poster atau meme dimedia social amupun dalam demonstrasi dilapangan adalah hal yang wajar jika menjadi trend dalam pergerakan dan perlawanan masa kini, yang nanti outputnya akan menyebar dan menjadi viral dengan cepat sehingga memunculkan trend atau kecenderungan dari masyrakat untuk merasa senasib dan seperjuangan sehingga bisa muncul rasa memiliki dan ikut serta dalam sebuah gerakan sosial yang bertujuan untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ariska, Puspita.
2019. Seni Perlawanan Anak Muda di Balik
Poster Lucu Pendemo. Terdapat pada: https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/26/055000365/seni-perlawanan-anak-muda-di-balik-poster-lucu-pendemo?page=all. (17
Desember 2019).
Ambaranie,
Nadia. 2019. Ramai-ramai Turun ke Jalan, Apa yang Dituntut Mahasiswa?. Terdapat
pada: https://nasional.kompas.com/read/2019/09/24/15440851/ramai-ramai-turun-ke-jalan-apa-yang-dituntut-mahasiswa?page=all. (17 Desember 2019).
Kafifah,
Nur. 2019. Mahasiswi Bali yang Bawa Poster Selangkangan Diapresiasi Banyak
Pihak. https://today.line.me/id/pc/article/Mahasiswi+Bali+yang+Bawa+Poster+Selangkangan+Diapresiasi+Banyak+Pihak-L7zGNn (17 Desember 2019).