Bali Dalam Pusaran Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Di Tahun 2021|| Ni Luh Rosita Dewi
Bali Dalam Pusaran Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan
Masyarakat (PPKM) Di Tahun 2021
Oleh: Ni Luh Rosita Dewi
(Dokuemtasi Pribadi Ni Luh Rosita Dewi)
Seiring meningkatnya kasus Covid-19 di Pulau Dewata
semakin mengkhwatirkan. Kondisi perekonomian begitu terpukul akibat matinya
pariwisata dan situasi ini tentunya membuat kondisi menjadi semakin dilemati.
Pilihan antara membuka pariwisata atau melakukan pembatasan yang akan berdampak
pada semakin merosotnya ekonomi tentunya menjadi pilihan sulit bagi Bali. Covid-19
betul-betul telah menciptakan perubahan drastis yang tidak dapat dipulihkan (irreversible changes) dalam waktu dekat.
Selama vaksin belum berhasil ditemukan, maka selama itu pula kita akan
menjalani kehidupan yang tidak normal. Kalaupun vaksin berhasil ditemukan, maka
yang terjadi justru kita akan meninggalkan kebiasaan lama atau old normal, menuju kebiasaan baru atau new normal.
Pandemi beserta dampaknya telah menimbulkan krisis
yang tidak hanya mengancam kesehatan umat manusia, tapi juga mengubah hampir
semua aspek kehidupan. Tidak banyak aktivitas yang bisa dilakukan diluar rumah
akibat adanya pembatasan sosial yang diterapkan diberbagai daerah guna menekan
jumlah kasus positif covid-19. Hal tersebut juga memaksa masyarakat untuk
bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah. Setidaknya
berdasarkan data dari website infocorona.baliprov.go.id
tercatat setidaknya per 22 Desember 2020 jumlah kasus terkonfirmasi positif
telah mencapai angka 16.580 dengan angka kematian sebanyak 487 jiwa di Pulau
Dewata. Hal ini tentu saja semakin
mengkawatirkan menjelang libur akhir tahun. Sebab, Bali selalu menjadi
destinasi favorite, ditambah dengan harga paket wisata yang kini tengah banting
harga dengan menawarkan berbagai promo menarik dengan harga yang sangat murah.
Semakin tingginya angka penularan Covid-19 menyebabkan
Bali, hanya memiliki sedikit pilihan. Berkca dari semakin penuhnya rumah sakit
ditambah dengan lonjakan angka kasus yang kini telah mencapai 23.950 positif
dengan angka kematian mencapai 641 jiwa per 25 Januari 2021. Ini menjadi bukti
bahwa prediksi lonjakan kasus akibat libur natal dan tahun baru akan menjadi klaster
baru serta PR besar bagi pemerintah. Kondisi ini menjadi semakin sukar akibat di
awal tahun pemerintah menjadikan PPKM sebagai alasan kuat pemerintah untuk
membatasi kembali segala aktivitas masyarakat. Bahkan kebijakan last munites
ini telah membuat para jasa perjalanan wisata merugi, serta tidak sedikit
wisatawan yang sudah merencanakan liburannya memilih merelakan uang mereka dan
tidak berangkat ke Bali.
Berdasarkan
instruksi Mentri Dalam Negri Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan
kegiatan kegiatan untuk pengendalian corona virus disease 2019 (Covid-19). Serta Peraturan Gubernur Bali Nomor 46 Tahun
2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona
Virus Disease 2019 dalam Tatanan Kehidupan Era Baru dan Surat Edaran
Gubernur Bali Nomor 3355 Tahun 2020 tentang Protokol Tatanan Kehidupan Era
Baru. Menjadi landasan Pemerintahan Provinsi Bali dalam melakukan Kebijakan
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) seusai libur panjang natal dan
tahun baru 2021. Dari kebijakan tersebut Gubernur I Wayan Koster mengelurkan
Surat Edaran (SE) Nomor 01 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Masyarakat
Dalam Tatanan Kehidupan Era Baru di Provinsi Bali pada Rabu, 6 Januari 2021 dan
berlaku sejak tanggal 9 Januari 2021 sampai ada pemberitahuan lebih lanjut.
Lahirnya
kebijakan tersebut diharapkan dapat mempercepat pencegahan dan pengendalian corona virus disease 2019. Dengan
penguatan 4 poin secara mengkhusus yang terdiri dari: (1) semua pihak diingatkan
agar lebih sungguh-sungguh, disiplin, dan penuh tanggung jawab dalam mentaati
ketentuan Peraturan Gubernur Bali Nomor 46 Tahun 2020 tentang penerapan
Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol kesehatan sebagai upaya pencegahan dan
oengendalian pandemi. (2) pemberlakuan aturan wajib menunjukkan surat
keterangan hasil negatif uji swab berbasis PCR bagi pelaku perjalanan dalam
negri (PPDN) yang akan memasuki wilayah Bali. (3) setiap orang, pelaku usaha,
penyelenggara atau penanggungjawab tempat dan fasilitas umum yang melaksanakan
aktivitas, wajib untuk melaksanakan protokol kesehatan yang telah ditetapkan. (4)
bagi setiap orang, pelaku usaha, pengelola, Penyelenggara atau penanggungjawab
temepat dan fasilitas umum yang meleanggar ketentuan akan dikenakan sanksi
sesuai dengan Pengaturan Gubernur Bali Nomor 46 Tahun 2020.
Dengan
ini para pelaku perjalanan dalam negri (PPDN) wajib menaati peraturan SE
Gubernur Bali untuk membawa kelengkapan berkas hasil rapid test antigen atau
uji swab berbasis PCR yang menyatakan individu tersebut negative sebelum
berangkat ke Bali baik melalui jalur udara, darat dan laut. Secara lebih
mendetail hasil yang dimaskud ini haruslah menyatakan hasil negatif paling lama
1x24 jam sedangkan uji swab PCR paling lama 2x24 jam sebelum keberangkatan. Selain
itu penyesuaian jam kerja kembali diterapkan di PPKM ini dimana jam operasional
pelaku usaha di Bali berubah menjadi 20.00 wita dari sebelumnya 21.00 wita.
Tentunya ini membuat masyarakat semakin kaget akibat tidak konsistennya aturan
yang dibuat pemerintah. Alih-alih mendukung pemulihan ekonomi masyarakat kini
semakin kesulitan akibat dampak dari penerapaan kebijakan PPKM ini.
Kebijakan
ini tentunya memberikan dampak yang begitu besar bagi masyarakat. Disatu sisi
ini mematikan sumber ekonomi masyarakat namun disisi lain ini berkaitan dengan
kesehatan masyarakat sendiri. Bahkan jika dilihat dari kaca mata ekonomu dampak
merosotnya pariwisata telah berdampak pada menurun devisa dan kerugian sebanyak
9,7 triliun dalam sebulan dan kalkulasi per tahun akan menjadi 116 triliun
akibat sepinya pariwisata. Disisi lainnya dampak dan efektivitas dari penerapan
PPKM sendiri tidak bisa memberikan jaminan bahwa kasus semakin turun. Berikut
dampak dari pelaksanaan PPKM sebagai berikut:
1.
Masih tingginya
angka kasus positif covid-19
Klaster libur
natal dan tahun baru seolah menjadi malapetaka bagi Provinsi Bali. Lonjakan
besar terjadi seiring tidak tegasnya pemerintah dalam melarang wisatawan masuk Bali
pada akhir tahun 2020. Selain adanya perseberan kasus akibat transmisi lokal,
lonjakan juga disebabkan oleh pelaku perjalanan dalam negri (PPDN). Bahkan, jika
dalam sepekan kedepan lonjakan kasus masih tinggi di Bali maka dapat dipastikan
bahwa akan ada over capacity bagi
rumah sakit rujukan Covid-19 yang ada di Bali.
2.
Lesunya Ekonomi
Masyarakat
Dampak ekonomi ini
memang menjadi satu kesatuan yang melekat dari dampak pandemi yang tidak bisa
ini. Besarnya keluhan masyarakat terkait bagaimana lesunya ekonomi dan banyaknya
masyarakat yang harus kehilangan mata pencaharian serta sumber pendapatan
mereka. Hal ini menjadi potret potret buruk bagi masyarakat yang dalam
kesehariannya kehilangan sumber pendapatan mereka. Banyak dari mereka yang
telah beralih menjadi pedagang namun tidak semua berjalan mulus sebab daya beli
masyarakat terhadap suatu produk atau jasa pun juga ikut menurun.
3.
Pengusaha Gulung
Tikar
Bali dua tahun
lalu merupakan pulau yang makmur dengan banyaknya pengusaha yang bisa menyerap banyak
tenaga kerja. Namun hal tersebut sangat berbeda ketika pandemi terjadi dalam
kurun waktu yang lama membuat para pengusaha besar mengalami kolaps dan
akhirnya bangkrut dan kemudian harus merumahkan para pekerjanya. Hal ini mungkin
akan terus terjadi hingga Bali benar-benar mampu melakukan recorvery ekonomi dan perlahan lahan bangkit dengan sektor lain
sembari menunggu pariwisata membaik.
4.
Terbatasanya
Kegiatan Agama dan Sosial Budaya
Pulau Bali terkenal
dengan kekentalan adat istiadat serta budayanya yang luar biasa. Hampir segala
aktivitas sosial budaya Bali selalu dilakukan dengan gotong-royong oleh
masyarakatnya. Namun dengan adanya pembatasan ini tentunya juga membatasi segala
bentuk kegiatan-kegiatan masyarakat dengan dikeluarkannya aturan dari PHDI
terkait pembatasan dalam ke pura, peniadaan pengarakan ogoh-ogoh dan berbagai
kegiatan agama serta sosial budaya lainnya yang melibatakan masyarakat banyak
dan berpotensi menimbulkan kerumunan.
Disinilah pentingnya peran
pemerintah dalam melahirkan suatu kebijakan yang konsten bagi publik. Sebab
situasi ini adalah situasi tersulit bagi masyarakat yang satu sisi kesehatannya
harus dijaga dan disisi lain kesejahteraannya juga harus diperhatikan.
Perubahan aturan yang cepat tanpa adanya penjelasan yang baik dan runut akan
sulit dipahami oleh masyarakat. Ini tentunya akan membuat citra negatif
pemerintah di mata masyarakat akibat dari kemampuan komunikasi publik yang
buruk. Sehingga dari hal ini kita sadari bahwa ini merupakan kondisi dilematis
yang memang sulit untuk dilewati, tanpa adanya senergi dari seluruh komponen
pemerintahan dan masyarakat itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Produk Hukum Provinsi Bali. https://jdih.baliprov.go.id/produk-hukum/peraturan-perundang-undangan/pergub/28564. Diakses pada Senin
25 Januari 2021.
Update Corona Virus Provinsi Bali. www.infocorona.baliprov.go.id.
Diakses pada Senin 25 Januari 2021.
Instruksi Mendagri Nomor 1 Tahun 2021 Tentang
Pemberlakuan Pembatasan kegiatan kegiatan untuk pengendalian corona virus
disease 2019 (Covid-19).
Sosial Media Pemerintahan Provinsi Bali.