Tat Twam Asi: Revolusi Mental dan Moral Sebagai Solusi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
Berbicara
tentang korupsi seolah tidak pernah ada habisnya. Meskipun Fenomena korupsi
bukanlah hal yang baru terjadi di Indonesia namun menurut Alatas (1983), kasus
korupsi mungkin telah ada sejak awal sejarah manusia kecuali pada masa yang
sangat primitif. Korupsi sendiri menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 adalah
setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalah gunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
Negara. Korupsi seakan menjadi budaya dan tradisi yang mengakar di Indonesia
diperkuat dengan riset The World Economic Forum Tahun 2018 yang
menyebutkan bahwa, Indonesia berada diperingkat 37 dari 100 Negara yang
diteliti indeks korupsinya. Tidak hanya itu menurut Indonesia Corruption
Watch (ICW) setidaknya pada pertengahan tahun 2017 terdata sebanyak 266
kasus korupsi yang telah ditindak dengan 587 orang telah ditetapkan sebagai
tersangka. Kerugian Negara yang timbul akibat kasus korupsi pada Januari hingga
30 Juni 2018 sebesar 1,09 triliun dengan indeks nilai suap sebesar 41,1 miliar
(Kompas.com).
Pada
awal era reformasi tahun 1998 telah memunculkan kebijakan baru yaitu Otonomi
Daerah. Otonomi Daerah sendiri bertujuan untuk menghilangkan kesan otoriter
terhadap pemerintahan karena adanya sistem pemerintahan yang sentralistik. Hal
tersebut merupakan strategi pemerintah untuk lebih fokus memperbaiki
kesejahteraan rakyat dan pengembangan daerah sesuai dengan potensi dan kekhasan
daerah masing-masing. Dan mulai diberlakukan melalui Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun dalam perjalannya Otonomi Daerah
telah membuat kasus korupsi semakin merajalela disetiap wilayah yang ada di
Indonesia. Kasus korupsi saat ini telah banyak melibatkan pejabat daerah
seperti gubernur, walikota/bupati hingga kepala daerah sekalipun, kerap
tersangkut kasus korupsi. Data Litbang Kompas menunjukan sejak Januari hingga
pertengahan Juli 2018, tercatat 19 kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka.
Dan 15 diantaranya berhasil dibekuk lewat operasi tangkap tangan (OTT) oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK, 2018). Dan pada tanggal 28 Oktober 2018,
Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra ditetapkan sebagai tersangka setelah
tertangkap tangan menerima uang suap senilai 100 juta dari Sekertaris Dinas
PUPR, Gatot Rachmanto. Dengan tujuan agar Gatot Rachmanto bisa menempati posisi
karirnya saat ini.
Hal tersebut menjadi bukti bahwa adanya Otonomi Daerah ternyata tidak sepenuhnya memberi dampak positif khusunya dalam proses pemberantasan korupsi. Pendapat tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Thoha (2012) bahwa masuknya Otonomi Daerah telah membuat peluang munculnya “raja-raja kecil” di daerah, pemimpin atau pejabat politik dari birokrasi yang ada di daerah. Selain itu korupsi tidak lagi hanya dilakukan oleh para pejabat pemerintahan saja, lebih buruk dari itu, kini korupsi sudah masuk ke dalam sendi kehidupan masyarakat Indonesia dan telah menjadi pola-pola negatif dan kebiasaan yang tersruktur. Masalah ini terjadi karena korupsi yang dulunya hanya terpusat pada pemerintahan pusat, pada era Otonomi Daerah korupsi juga ikut terdesentralisasi ke seluruh wilayah-wilayah yang ada di Indonesia. Lebih jauh lagi, hal yang patut dipertimbangkan dalam kasus korupsi ini selain pada besarnya uang rakyat yang dihabiskan untuk pemuasan kebutuhan pribadi, juga lebih pada bagaimana caranya menghentikan kasus korupsi dalam jangka panjang.
Pemerintah
telah berupaya mewujudkan pemberantasan tindak pidana korupsi bagi bangsa
Indonesia yaitu dengan mendirikan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
pada tahun 2004 dan diperkuat oleh Perpres Nomor 55 Tahun 2012. Dalam Perpres
tersebut terdapat strategi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) yang
memiliki visi jangka panjang dan menengah. Meskipun demikian tindakan koruftif
belum juga surut. Kondisi tersebut membuktikan bahwa permasalahan korupsi harus
dicarikan solusi yang efektif, agar permasalahan korupsi yang sudah sangat
terstruktur sistematis dan sangat masif ini memiliki jalan keluar yang terbaik.
Tindakan pencegahan korupsi merujuk pada pendapat Evans (2009), dapat dilakukan dengan cara mensosialisasikan nilai-nilai anti korupsi, dengan begitu proses pencegahan ini sangat penting untuk dilakukan dalam mengatasi masalah korupsi, Tindakan pencegahan akan mempunyai dampak positif terhadap proses pemberantasan korupsi, seperti yang telah disampaikan oleh Pradiptyo (2009) bahwa pencegahan dan tindakan preventif akan lebih bermanfaat dalam mengatasi permasalahan korupsi daripada hanya dengan melakukan tindakan sanksi hukum yang tinggi. Yang notabennya sampai sekarang belum memberikan effek jerah yang signifikan. Tindakan pencegahan tindak pidana korupsi ini dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu:
- Melaksanakan pendidikan anti korupsi
- Melaksanakan sosialisasi anti korupsi.
- Melaksanakan pengawasan kepada pemerintah.
Pendidikan
Pemberantasan Korupsi (PPK) yang memungkinkan setiap manusia untuk memperoleh
pendidikan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai semangat anti korupsi untuk
menciptakan masa depan berakhlak mulia. PPK mengaitkan isu-isu utama dalam
pendidikan anti korupsi yang dituangkan dalam bentuk pengajaran dan
pembelajaran. Dalam implementasi PPK dibutuhkan pola pembelajaran yang
partisipatif dan komunikatif yang dapat memotivasi serta membudayakan
masyarakat untuk mengubah sikap dan berani membuat perubahan dalam memberantas
korupsi.
Perlu
adanya strategi dan upaya pemberantasan korupsi yang efektif dan komprehensif.
Disinilah pemuda dapat kembali mengambil peran penting dengan ikut menyuarakan
dan memberi ide-ide kreatif yang solutif dalam menangani kasus korupsi. Alasan
kuat mengapa generasi muda harus dilibatkan karena mengacu kepada sejarah
bangsa Indonesia dimana pemuda selalu menjadi pelopor perubahan dari jaman
penjajahan sampai era reformasi, Pemuda secara aktif dapat berperan dalam
mengatasi permasalahan korupsi melalui tindakan pencegahan (preventif).
Penulis
berpendapat bahwa, implementasi revolusi mental dan moral sebagai strategi
pemberantasan korupsi yang berwawasan kearifan lokal dapat menjadi suatu
dorongan untuk menanaman nilai-nilai kebenaran bagi individu, masyarakat,
bangsa dan negara. Berkaca dari sejarah tersebut pemberian pendidikan dengan
teknik etnik-kultural sebagai dasar pembelajaran yang efektif merupakan teknik
yang cocok untuk dilakukan guna mendorong kualitas sumber daya manusia
Indonesia yang berbudi pekerti luhur.
Berdasarkan hal tersebut penulis berinisiatif membuat suatu gagasan teknik pemberantasan korupsi nasional guna memaksimalkan upaya-upaya dan program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Upaya-upaya tersebut dapat direalisasikan dengan menanamkan nilai-nilai Tat Tvam Asi dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga dapat menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang berkepribadian luhur yang baik di era global ini, serta bersih dari praktik tindak pidana korupsi.
Tat
Twam Asi adalah ajaran moral yang diambil dari filosofi yang berkembang di
masyarakat daerah Bali. Tat Twam Asi memiliki pengertian yang berasal dari
bahasa sansekerta. Tat artinya: itu (ia), Twam artinya: kamu, dan Asi artinya:
adalah. Jika dipadankan dengan bahasa Inggris dari rumpun bahasa Indo-Eropa
maka diartikan That (tat), thou (twam) art (asi), atau That you are, atau You
are that, atau You are it. Sehingga Tat Twam Asi dapat berarti : “aku adalah
engkau, engkau adalah aku”. Filosofi yang termuat adalah bagaimana kita bisa
berempati, merasakan apa yang tengah dirasakan oleh orang yang di dekat kita.
Ketika kita menyakiti orang lain, maka diri kita pun tersakiti. Ketika kita
mencela orang lain, maka diri kita pun ikut tercela. Bagaimana mereka merespon
akibat dari tingkah laku kita, demikianlah filosofi imi dapat menjadi dasar
dalam bertingkah laku.
Selain
itu Tat Twam Asi juga menanamkan kesosialan yang tanpa batas karena diketahui
bahwa “ia adalah kamu” saya adalah kamu untuk mewujudkan kesejahteraan dalam
kehidupan perlu didasari atas konsepsi “Tat Twam Asi” yang mengisyaratkan
pentingnya solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat sehingga terbentuk
kehidupan masyarakat yang sejahtera. (Bhagawata Purana: 10.22.35). Tat Twam Asi
mengajak setiap orang memahami ketika kita menyakiti orang lain sebenarnya
tanpa sengaaja kita telah bertindak menyakiti atau menyiksa diri sendiri, dan
sebaliknya saat kita membuat orang lain menjadi senang dan bahagia, maka
sesungguhnya diri kita telah menciptakan kesenangan dan kebahagian untuk diri
kita sendiri.
Kaitan
konsep Tat Twam Asi dengan pemberantasan tindak pidana korupsi sendiri mengarah
pada pemberian pemahaman pada setiap masyarakat, maupun pejabat dan petinggi
negara untuk senantiasa mengingat bahwa melakukan tindak pidana korupsi
merupakan tindakan yang tidak baik karena saat melakukan tindakan memperkaya
diri tersebut telah membuat masyarakat dan bangsa ini menderita akibat dana
negara yang harusnya untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat malah dikorupsikan.
Dan sesungguhnya tindakan korupsi merupakan bentuk pemiskinan terhadap moral.
Yang akhirnya para koruptor harus bernaung di jeruji besi. Sehingga konsep ini
berfokus untuk merevolusi mental dan moral guna menanamkan pemahaman bahwa
menyakiti, menindas, merenggut hak milik orang lain sama halnya telah melakukan
hal tersebut pada diri kita sendiri. Seperti seseorang yang menyulutkan api
yang tanpa sadar dirinya juga telah ada dalam lingkaran api tersebut dan tanpa
ia sadari dirinya akan ikut terbakar.
Perpres
Nomor 55 Tahun 2012 menyatakan bahwa strategi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi (PPK) salah satunya adalah melalui Pendidikan dan Budaya Antikorupsi.
Melalui kesamaan cara pandang pada setiap individu di seluruh Indonesia bahwa
korupsi itu jahat, dan pada akhirnya para individu tersebut diharapkan
berperilaku aktif mendorong terwujudnya tata-kepemerintahan yang bersih dari
korupsi serta dapat menumbuhkan prakarsa-prakarsa positif bagi upaya PPK pada
khususnya, serta perbaikan tata-kepemerintahan dan menghilangkan paradigma
buruk masyarakat terhadap pemerintah.
Oleh
karena itu, penulis merekomendasikan suatu sistem edukasi oleh pemerintah guna
menciptakan masyarakat, pemerintah serta penegak hukum yang tertib dan taat
hukum, melalui Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nasional dengan
menerapkan Pendidikan berbasis Tat Twam Asi. Dimana Strategi Pemberantasan
Korupsi ini lebih menekankan pada sisi edukasi yang diselipkan dengan pemahaman
yang terdiri dari konsep Revolusi Mental dan Moral melalui Tat Twam Asi.
Dalam
implementasi strategi tersebut, diawali dengan pembentukan konsep sosialisasi
pemberantasan korupsi yang akan dijalankan melalui dua media, yaitu media
informal (masyarakat dan keluarga), media sosial berupa pembuatan konten-konten
yang mendidik dan media formal (sekolah). Setelah memasuki media tersebut akan
diiringi dengan implementasi konsep Revolusi Mental dan moral berbasis Tat Twam
Asi. Sehingga dalam implementasinya mampu menyampaikan gerakan perubahan mental
dan moral serta sikap masyarakat berupa pemahaman anti korupsi.
Diharapkan
melalui implementasi strategi pemberantasan korupsi akan menciptakan kesamaan
pola pikir bahwa korupsi adalah kejahatan yang harus diperangi dan dihindari.
Kebencian massal terhadap korupsi akan berdampak pada penurunan jumlah tindak
pidana korupsi dan meningkatkan Indeks Perilaku Antikorupsi. Minimnya tindak
pidana korupsi dan memudarnya hasrat melakukan tindak pidana korupsi akan
melahirkan generasi masyarakat jujur, berbudi pekerti dan transparan. Namun,
pada intinya penulis mengharapkan dari proses edukasi antikorupsi dalam
Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi akan menciptakan masyarakat yang
tertib dan tunduk pada hukum akibat dari ketegasan dan “kebersihan” penegak
hukum dalam menjalankan wewenangnya pada tindakan pelanggaran hukum. Serta
pemahaman akan tindak pidana korupsi akan menciptakan pola kritis pada
masyarakat untuk ikut memerangi dan turut serta mengawasi jalannya
pemerintahan.